Konsultasi Rumah Profesi : "Menghitung Zakat Penghasilan"


Tanya: Pak Ustaz yang dirahmati Allah, saya punya pertanyaan, apakah penghasilan kita (gaji) wajib dikeluarkan zakatnya? Berapa persen dan bagaimana perhitungannya. Terima kasih, wassalam. (Tobba Bas, Semarang)
Tanya: Bagaimana zakat mengenai penghasilan atau gaji, cara perhitungan, nisab dan diserahkan ke mana? Terima kasih. (Joharudin, Daegu - Korea Selatan)

Jawab: Sobat Zakat yang dirahmati Allah SWT, hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dan lain-lain) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf (generasi terdahulu). Oleh karenanya, bentuk pendapatan ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan zakat. Lain halnya dengan bentuk pendapatan yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan, dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail.

Zakat profesi merupakan ijtihad para ulama di masa kini yang nampaknya berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang juga kuat. Akan tetapi, tidak semua ulama sepakat dengan hal tersebut.

Di antara ulama kontemporer yang berpendapat adanya zakat profesi yaitu Syaikh Abdur Rahman Hasan, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahab Khalaf dan Syaikh Yusuf Qaradhawi. Mereka berpendapat bahwa semua penghasilan melalui kegiatan profesi dokter, konsultan, seniman, akuntan, notaris, dan sebagainya, apabila telah mencapai nisab, maka wajib dikenakan zakatnya. Para peserta Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait pada 29 Rajab 1404 H (30 April 1984) juga sepakat tentang wajibnya zakat profesi bila mencapai nisab, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya. Pendapat ini dibangun berdasarkan empat hal sebagai berikut:
Pertama, ayat-ayat Al-quran yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya, seperti dalam QS. At-Taubah:103, QS. Al-Baqarah:267, dan QS. Adz-Zaariyat:19. Demikian pula penjelasan Nabi SAW yang bersifat umum terhadap zakat dari hasil usaha atau profesi.

Dalam ayat tersebut, Allah menegaskan bahwa segala hasil usaha yang baik-baik wajib dikeluarkan zakatnya. Dalam hal ini termasuk juga penghasilan (gaji) dari profesi sebagai dokter, konsultan, seniman, akunting, notaris, dan sebagainya. Sayyid Quthub dalam tafsirnya Fi Zhilalil Quran juga penah menyatakan bahwa nas ini mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal dan mencakup pula seluruh yang dikeluarkan Allah SWT dari dalam dan atas bumi, seperti hasil-hasil pertanian, maupun hasil pertambangan seperti minyak.

Karena itu nas ini mencakup semua harta baik yang terdapat di zaman Rasulullah SAW maupun di zaman sesudahnya. Semuanya wajib dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagaimana diterangkan dalam sunah Rasulullah SAW, baik yang sudah diketahui secara langsung, maupun yang di-qiyas-kan kepadanya (Fi Zilalil Quran: Juz 1, hal 310-311).

Imam Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Jaami’ Li Ahkaam Al-Quran pernah mengutip perkataan Muhammad bin Sirin dan Qathadaah, yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata-kata "Amwaal" (harta) pada QS. Adz-Zaariyaat:19 adalah zakat yang diwajibkan, artinya semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang didapatkan, jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat, maka harus dikeluarkan zakatnya. (Tafsir Al-Jaami’ Li Ahkaam Al-Qur’an, Jilid 9, hal 37).

Kedua, berbagai pendapat para ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Sebagian dengan menggunakan istilah yang bersifat umum yaitu "al-Amwaal". Adapun sebagian lagi secara khusus memberikan istilah "al-maal al-mustafaad" seperti terdapat dalam fiqh zakat dan al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, di mana mereka mengatakan bahwa harta tersebut wajib dikeluarkan zakatnya.
• Abu Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra tentang seorang laki-laki yang memperoleh hartanya (al-maal al-mustafaad) beliau berkata: "Dia keluarkan zakatnya pada hari dia mendapatkan harta itu" (Al-Amwaal, hal. 413).
• Abu Ubaid meriwayatkan dari Hubairah bin Yarim berkata: "Adalah Ibnu Mas’ud ra memberi kami al-‘athaa’ lalu beliau mengambil zakatnya" (Al-Amwaal, hal. 412).
• Malik meriwayatkan dari Ibnu Syihab dalam kitab Muwatha’ berkata: "Yang pertama mengambil zakat dari al-a’thiyah adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan" (Muwatha’ ma’al Muntaqaa juz 2 hal 95).
• Abu Ubaid menyebutkan bahwa Umar bin Abdul ‘Aziz apabila memberi al-‘umalah kepada seseorang maka beliau mengambil zakatnya; apabila mengembalikan al-mazhaalim (kepada yang berhak) maka beliau mengambil zakatnya; beliau juga mengambil zakat dari al-a’thiyah apabila diberikan kepada penerimanya" (Al-Amwaal, hal 432).
Ketiga, dari sudut keadilan yang merupakan ciri utama ajaran Islam, penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada komoditi-komoditi tertentu yang konvensional.

Keempat, sejalan dengan perkembangan kehidupan umat manusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan akan menjadi kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di negara-negara industri sekarang ini. (Ruuh al-Dien al-Islamy, hal. 300)

Menurut Yusuf Qorodhowi, sangat dianjurkan untuk menghitung zakat dari pendapatan kasar (bruto) untuk lebih menjaga kehati-hatian. Nisab sebesar 5 wasaq/652,8 kilogram gabah setara 520 kilogram beras. Besar zakat profesi yaitu 2,5 persen.

Terdapat 2 kaidah dalam menghitung zakat profesi:
• Menghitung dari pendapatan kasar (bruto).
Besar zakat yang dikeluarkan = Pendapatan total (keseluruhan) x 2,5 persen
• Menghitung dari pendapatan bersih (neto):
1. Pendapatan wajib zakat = Pendapatan total - Pengeluaran per bulan*
2. Besar zakat yang harus dibayarkan = Pendapatan wajib zakat x 2,5 persen
Keterangan :
* Pengeluaran per bulan adalah pengeluaran kebutuhan primer (sandang, pangan, papan)
* Pengeluaran per bulan termasuk pengeluaran diri, istri, 3 anak, orangtua, dan cicilan rumah. Bila dia seorang istri, maka kebutuhan diri, 3 anak, dan cicilan rumah tidak termasuk dalam pengeluaran per bulan.
(Rumah Zakat)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.