Dekati Remaja Anda dengan Hati

Anak-anak adalah harapan bagi orangtua. Banyak orangtua sangat berharap pada anak-anak yang telah dibesarkannya.

ANAK-anak adalah harapan bagi orangtua. Banyak orangtua sangat berharap pada anak-anak yang telah dibesarkannya. Namun, terkadang harapan itu tidak selalu tercapai karena anak yang telah dilahirkan tidak memberikan respons yang baik kepada orangtuanya.
Suka membantah misalnya. Biasanya sikap-sikap perlawanan tersebut mulai terlihat saat anak memasuki usia remaja. Remaja juga cenderung memiliki tingkah laku yang buruk dan berani melakukan pemberontakan kepada orangtua jika memiliki sesuatu keinginan yang tidak terpenuhi.
Masalah paling banyak yang dihadapi orangtua ketika si buah hati beranjak remaja adalah anak menjadi susah diatur dan selalu ingin memberontak. Bahkan, ada pula remaja yang bila tidak dituruti kemauannya, ulahnya jadi macammacam.
Misalnya tidak sopan kepada orangtua, malas sekolah, diminta bantuan tidak mau membantu, paling parah adalah keluyuran sepanjang hari. Jika dinasihati, nasihat yang diberikan masuk telinga kanan dan keluar lewat kuping kiri. Anak seperti ini tentu saja membuat bingung dan sedih kedua orangtua. Padahal, bagi orangtua, keberhasilan si remaja menjadi impian dan alangkah bahagianya jika mempunyai anak yang patuh, rajin, pandai, dan penurut.
"Masa remaja usia muda adalah usia paling rawan dalam kehidupan anak-anak. Salah mendidik, anak akan menjadi sosok yang angkuh, egois dan pemberontak," kata psikolog anak alumni Universitas Indonesia (UI) Dr Farah Agustin.
Ditambahkannya, pada usia seperti ini, anak remaja sudah tentu tidak dapat dikerasi seperti dipukul atau dimarahi dengan kalimat kasar karena mereka akan melawan dan semakin menjadi-jadi. Tetapi, jika mereka dinasihati baik-baik pun tidak mau mendengar, malah jadi besar kepala.
"Solusinya adalah mengetahui apa yang membuat mereka menjadi seperti itu. Karena biasanya, anak remaja usia muda sedikit tertutup kepada keluarga," katanya.
Lebih lanjut ditambahkan psikolog berkacamata tersebut, masa remaja sebagai masa storm and stress, masa badai dan ketegangan, masa yang penuh pertentangan dan perlawanan, bertolak belakang dari masa kecil yang lebih aman dan lebih mudah diatur.
"Anak remaja terkadang menjadi susah ditebak karena mereka selalu berbuat sesuai dengan hati nuraninya semata tanpa memikirkan dampaknya bagi orang di sekelilingnya," sebutnya.
Dari berbagai penelitian yang dilakukan, ternyata tidak semua remaja mengalami gejolak badai dan ketegangan, serta suka berontak. Ternyata jauh lebih banyak remaja yang dapat hidup damai dan merasa dekat dengan orangtua dan keluarganya. Hanya sekitar 15 persen yang mengalami kesukaran dalam penyesuaian diri.
Kebanyakan dari mereka yang mengalami kesulitan bersosialisasi karena sudah mempunyai kesulitan juga sebelumnya, seperti kesulitan pribadinya. Penyebab lain karena ada persoalan serius dalam keluarga dan lingkungan sosialnya. Dengan begitu, anak menjadi egois, pemberontak, dan selalu merasa orang lain tidak penting.
Permasalahan yang mencetus timbulnya pribadi seperti itu misalnya karena orangtua bercerai.Atau remaja mendapat lingkungan sosial yang tidak baik, misalnya terpaksa menjadi anggota geng yang hobi berkelahi atau mabuk-mabukan.
"Didikan TV yang sejak kecil sudah membanjiri mereka dengan agresivitas dan sikap arogan, juga ikut ambil bagian membentuk pribadi remaja," katanya.
Permainan seperti Play Station dan sejenisnya yang sudah beredar dari dulu, juga ikut membentuk karakter anak menjadi anak-anak yang tertutup. Biasanya mereka tidak mau bersosialisasi dengan orang lain. Dr James Dobson dalam bukunya, Dare to Discipline, bahkan melihat lebih jauh lagi. Ia berpendapat kesukaran saat remaja adalah hasil didikan yang salah ketika remaja masih balita berumur antara 0-5 tahun.
Menurut dia, jika balita tidak pernah dilatih untuk menghargai orangtua dan belajar menolong,sukar diharapkan ia tumbuh jadi remaja ataupun orang dewasa yang sopan santun dan penolong.
Bahkan, bisa menjadi lebih buruk lagi, dia belajar untuk tidak menghargai orang lain. Apalagi jika balita dibiasakan mendapatkan keinginannya lewat berteriak dan mengamuk, maka saat itu orangtua sedang mendidiknya untuk menjadi seorang anak yang harus dipenuhi keinginannya. Bila tidak, dia akan mengamuk dan menggunakan kekerasan emosi untuk mendapatkan keinginannya

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.